Transportasi dan Transformasi Budaya

Boleh jadi, masalah kebangsaan kita -termasuk transportasi- adalah masalah "human being". Ego untuk mendapat hal-hal "material" untuk diri kita sendiri.

PLN, DBL, dan Pasar Atom

Dahlan sukses di PLN karena kendali komunikasi, DBL besar (salah satunya) karena JP, Atom menang bersaing karena (salah satunya) media internal.

Rindu, Keju, dan Bokong

kenapa bagian bawah punggung kita dimakan bokong? Kenapa tidak keju? Kenapa keju tidak dinamakan bokong saja? Kenapa?.

Realita Cinta, (Pipis), dan Rock n Roll

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara cinta dan kebelet pipis. Keduanya mendesak, top number 1, dan menimbulkan efek suara yang sama: Ahhh..

Cerita Berambut

Dulu, saya benci sekali potong rambut. Selalu meras lebih pede dan "dapet gaya" dengan rambut gondrong. Demi masa, begitu cepat waktu berlalu.

Sunday, February 24, 2008

Kamera Bermoncong


Beberapa tahun lalu, ane bingung kenapa Danang ngabisin duit berjuta-juta buat beli kamera gede yang ada moncongnya. Bulan lalu, ane makin bingung karena Oca ngelamar di kantor ane sebagai fotografer, padahal dia penulis.

Sekarang, ane tiap hari ketemu oca yang 'petantang-petenteng' sama kamera bermoncongnya, Selesai motret, kamera istirahat di atas meja, si empunya menyulut rokok, istirahat di tangga darurat.

Ane ambil kameranya..., jeprat-jepret-jeprat-jepret-jeprat-jepret.., eh, seru juga!

Beberapa hari berikutnya, acara moto makin serius. Objeknya ya yang punya kamera, yang termasuk anggota 'Fotografer Banci Foto'. Setelah dapet kursus singkat soal speed dan diafragma, sesi pemotretan pun dimulai. Pertama duduk, berdiri, nglempoh, ndlosor, terus... "Ayo mencolot-mencolot, Ca!" Hehe, seru. Dan, gambar di atas adalah adalah salah satu hasilnya.

Sepertinya ane mulai tertarik ma dunia fotografi. Apakah ane akan beli kamera bermoncong? Hmm... sepertinya tidak, terlalu mahal harganya. Apakah ane akan berpindah profesi sebagai fotografer seperti Oca? Hmm.. mungkin saja!

Thursday, February 07, 2008

BUBARKAN MFI

Masyarakat Film Indonesia (MFI) kembali mendatangi Mahkamah Konstitusi untuk memperjuangkan aspirasi mereka: Menghapus Lembaga Sensor Film (LSF)

Untuk kesekian kalinya saya kecewa pada seniman, yang kerap bersembunyi di balik nama seni dan kebebasan berekspresi. Apakah Saya, penikmat film Indonesia juga termasuk masyarakat film?? Kalau iya, lalu atas nama siapa mereka bicara??

Bagi saya, ini terasa seperti seorang tetangga sebelah yang berprofesi sebagai koki, menghidangkan persis di hadapan saya, seekor babi panggang hangat berlumur madu nan lezat dengan aroma yang menggiurkan saat saya sedang lapar sekali! padahal, sekali lagi, ia tetangga saya, yang tentu saja tahu bahwa saya seorang muslim!!

Lalu, apa bedanya dengan MFI?? Mereka tahu Islam adalah mayoritas di negeri ini. Mereka tahu bahwa Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dan mereka ingin bebas membuat adegan senggama atas nama seni dan menyuguhkan pada kami yang tak boleh menontonnya, sedang kami lapar dan haus, ingin menonton film indonesia? Kami cinta film Indonesia dan mereka menempatkan kami di posisi yang teramat sulit.

Saya nonton film barat dengan aktris cewek hampir bugil. Saya nonton American Pie atau film hampir porno lainnya! MASALAH KEIMANAN, BIARLAH MENJADI URUSAN SAYA DENGAN TUHAN! Masalahnya adalah PELEGALAN! Dimana rasa hormat mereka pada para penikmat film yang beragama Islam? Dengan modal otak-otak brilian, lalu mereka merasa sebagai lembaga terhormat yang bisa menjadi pelopor penghapusan sensor?

saya tak suci, juga bukan orang sholeh... Tapi, terbakar rasanya hati ini mendengar Islam diinjak-injak dan ajarannya dilecehkan! Di bayangan saya, seakan dengan congkak Si Dian Sastro, Riri Riza, Nia Dinata, Mira Lesmana, Nicholas saputra, Ringgo dkk berkata: "YA SALAH SENDIRI LU ISLAM!"

Sudahlah... DIRIKAN NEGARA ISLAM!!!!

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites