Transportasi dan Transformasi Budaya

Boleh jadi, masalah kebangsaan kita -termasuk transportasi- adalah masalah "human being". Ego untuk mendapat hal-hal "material" untuk diri kita sendiri.

PLN, DBL, dan Pasar Atom

Dahlan sukses di PLN karena kendali komunikasi, DBL besar (salah satunya) karena JP, Atom menang bersaing karena (salah satunya) media internal.

Rindu, Keju, dan Bokong

kenapa bagian bawah punggung kita dimakan bokong? Kenapa tidak keju? Kenapa keju tidak dinamakan bokong saja? Kenapa?.

Realita Cinta, (Pipis), dan Rock n Roll

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara cinta dan kebelet pipis. Keduanya mendesak, top number 1, dan menimbulkan efek suara yang sama: Ahhh..

Cerita Berambut

Dulu, saya benci sekali potong rambut. Selalu meras lebih pede dan "dapet gaya" dengan rambut gondrong. Demi masa, begitu cepat waktu berlalu.

Sunday, March 22, 2009

Bawakan Aku Surat Cinta


Kami duduk di bangku paling pojok cafe itu. Saya sibuk telepon, Sony sibuk SMS, Slash sibuk mesbuk. Kami sibuk dengan para wanita yang tak ada di hadapan kami. Puluhan orang yang ada di tempat itu sepertinya juga melakukan hal yang sama. Sibuk dengan gadget nya.

Bosan, saya matikan telepon, lalu tertawa. Bukan karena wanita, tapi teknologi yang menggila.

Masih begitu melekat di ingatan saya tentang uang recehan yang begitu berharga di jaman SMA. saya mengumpulkan begitu banyak uang pecahan 100 atau 200 untuk kemudian membawanya ke telepon umum untuk menelponnya. Teknologi telepon rumah memang sudah ada, tapi itu tak bisa memenuhi kebutuhan privasi saya untuk berkata-kata mesra dengannya. Sekali pergi ke telepon umum, saya bisa menghabiskan 15-20 keping uang 100-an.

Saya juga pernah sangat iri dengan seorang kakak kelas yang menggantungkan pager di sela ikat pinggangnya. "Ah, pager itu... Pasti tak perlu punya banyak uang receh untuk bisa lebih banyak merayunya," pikir saya waktu itu.

Masih lekat juga di memori saya ketika Sony meminta saya menemaninya untuk memberikan surat cinta pada gadis pujaannya, sepulang sekolah. saya ingat betul warna merah di muka Sony ketika berujar, "Tik, ini surat buat kamu." lalu kabur, berlari sekencang-kencangnya meninggalkan rasa malu yang masih tertempel di surat itu.

Saya juga tertawa ketika mengingat wajah panih Eko a.k.a Slinting, sahabat saya lainnya, ketika menemaninya menunggu tukang pos datang mengambil surat di bis surat pinggir jalan. Sebelumnya, ia telah memasukkan sebuah surat untuk wanita yang diincarnya. Tapi belakangan, ia berniat membatalkan. "Gak sido, gak sido... Aku isinn. Yo opo ikkiii??" Tak ada cara lain kecuali menunggu tukang pos datang ke bis surat tersebut. Hahahahahah....

Belum sempat beli pager, kami telah menikmati teknologi komunikasi nirkabel: handphone. Belum sempat bengkak jempol kami SMS an, kami harus cepat-cepat bergaul dengan teknologi lainnya: internet.

Saya masih ingat betapa bego muka saya ketika baru saja bekerja di sebuah perusahaan dan sang supervisor mengharuskan semua kru nya memiliki email dan bergabung di milis perusahaan. Masih terasa juga betapa ribetnya kerja saya ketika kamera kantor masih menggunakan negative film. Saya harus meminta 2-3 rol film di petugas cetak yang wajahnya jutek, setiap akan liputan. Lalu setelahnya, mencetaknya di studio kantor. ahh.., paniknya saya ketika ternyata semua foto tak bagus hasilnya. Angle nya nggak bagus atau rol filmnya tak berputar secara sempurna. Tenaga masih harus dikeluarkan karena foto itu harus di scan untuk dimasukkan komputer. Setahun kemudian... studio cetak foto ditutup.. welcome digital camera!! Seisi kantor sumringah! terutama fotografernya...

Kini.., internet merajalela. Dan itu memberikan sumbangan yang signifikan terhadap dunia percintaan. Begitu mudah menumbuhkan dan mengekspresikan rasa cinta lewat teknologi ini. Seorang teman kerja, berkenalan dengan pacarnya lewat friendster. Teman saya di Surabaya, pacarnya di Jakarta, dan memutuskan kopi darat di Jogja. Kini mereka menikah dan kini sudah punya satu anak. Saya membayangkan anaknya diberi nama Netty Wifirda. Artinya anak dari hasil hubungan internet dengan koneksi wifi, hihi.

Friendster hancur, kini facebook bikin mabuk. Kita bisa tahu dia sedang apa, apa saja yang dilakukannya, kenal teman-temannya, atau memberikan gift supaya sok2an romantis. Semua juga bisa dilakukan di mana saja, termasuk di cafe ini. Dengan laptop atau handphone. Handphone? kini juga ada blackberry yang bikin saya sebel sama lottie, temen kantor, karena sibuk mesbuk atau YM an bahkan ketika kami jalan ke kamar mandi.

Demi masa, begitu cepat jaman berganti. Dan saya merasa beruntung menjadi saksi atas semua ini dan mengenang masa klasik yang asik. Apalagi setelah ini? saya akan mengirim surat lagi untuk Tuhan untuk memperpanjang usia saya agar bisa melihat dan merasakannya. Dan untuk berkomunikasi dengan Tuhan, rasanya tak perlu perubahan teknologi...

Ps : Thx untuk mbak ira yang bikinin saya email, thx buat oca yang ngenalin saya blog, dan lottie yang memaksa saya untuk bikin facebook supaya bisa ngirim gift buat menuhin boxes nya.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites