Semenit, tak lama jadi sejam, lalu sehari, tak terasa seminggu, kemudian sebulan, tak sadar sudah setahun, ujug-ujug sewindu, satu dasawarsa, dan tiba-tiba semua telah menjadi masa lampau...
Ah..., foto-foto ini... berdebu di tumpukan kertas dan buku. Debunya masuk ke hidung, lalu lewat di paru-paru, dan akhirnya nyampe ke hati. Mendarat di situ dengan keras... keras sekali! Semoga saja tak jadi sirosis. Karena selain tak punya duit untuk transpantasi liver, terlalu malas saya menulis 30 seri ceritanya (Makin lama, bakal jadi terasa makin jayus dan terlalu banyak "onani")
Pendaratan keras di hati itu bikin saya ingat dengan ibu.. sekaligus juga menyadarkan bahwa saya masih ada di sebuah masa yang harus dipertanggung jawabkan kelak... MASA MUDA! masa dimana kita bisa melakukan segalanya dengan berbagai kenikmatan dunia...
Dengan tangan kiri memegang perut (tepat di atas liver), dan tangan kanan menyentuh dada, sekali lagi saya berujar pelan: "DUHAI YANG MAHA MEMBOLAK-BALIKKAN HATI, TETAPKANLAH..."
masih dengan dua tangan di tempat yang sama, saya bertanya sambil berkaca: "hati sebelah mana ya?"
3 comment:
Bro....situ hijrah ke Jakarta aja. Coba liat-liat jobsdb sama Kompas. Btw situ ijazahnya apaan sih? Ntar kalo ada info2 lowongan di Jakarta, gw kabarin deh....mantapppp
jancik fotomu biyen ganteng, raimu saiki kok elek. fotone sopo iku? ngaku!
btw, 1-7 okelah. 30 memang mulai membosankan. narsisme ternyata memang menurun.
Hati di mana itu tidak penting.
Yang penting,
JAYA DI UDARA ABADI DI HATI
Huahahahaha
Post a Comment