Bagi sebuah perusahaan jasa, service adalah segalanya. Nggak cuma soal teknis, soal non teknis yang mungkin dianggap superduper sepele juga sangat berpengaruh terhadap citra perusahaan.
PT. Temprina Media Grafika (Jawa Pos Group) adalah salah satu perusahaan ternama di bidang percetakan. Dan saya tak habis pikir kenapa perusahaan sekelas ini tak memikirkan kenyamanan customernya.
Bicara soal teknis seperti hasil cetak, saya hampir tak pernah mengalami masalah. Tapi, saya justru sangat terganggu dengan orang-orang "tidak berkepentingan" atau "tingkat kepentingannya nggak seberapa".
Temprina mengharuskan setiap tamu yang datang dengan membawa motor untuk mematikan mesin, turun, dan menuntun motor saat melewati pos satpam. Awalnya saya merasa sedikit aneh dengan peraturan nggak lazim dan cuma dilakukan ketika kita datang ke tempat-tempat berbau militer. Tapi pikir saya, ya udah lah. Ngak perlu capek-capek mikirin kebijakan yang nggak jelas seperti ini. Sampai beberapa hari lalu, saya datang lagi ke temprina dan lupa turun plus menuntun motor ketika melewati pos satpam.
Saya cuma mematikan mesin dan mengganti tenaga mesin dengan kaki saya (tanpa turun dari motor) agar roda tetap berputar. Semua saya lakukan tanpa maksud sengaja. Mengalir begitu saja. Setelah memarkir motor, saya kembali ke pos satpam untuk lapor dan meninggalkan ID card.
Satpam : mau ketemu siapa?Saya : Ketemu pak Dadang
Satpam : Sudah sering ke sini? Saya : Setiap bulan, pak
Satpam : Tahu kalau lewat depan pos satpam harus turun? Saya : Tahu pak
Satpam : Lalu tadi kenapa nggak turun? Saya : euh.. oh saya tadi nggak turun, ya? Perasaan udah, tapi mesinnya tadi udah saya matikan, kan?
Satpam : Tetep aja mas harus turun dan dituntun!Saya : Iya, saya lupa
Satpam : Kalau cuma mesinnya dimatikan, itu namanya nggak dituntun.. Mas yang pakai Grand hijau, kan? Saya : Aduh.. udahlah pak! jadi saya mesti gimana? Saya harus bawa motor saya keluar lagi lalu masuk dan dituntun, atau saya harus push up? bayar denda? minta maaf? atau gimana? Waktu saya nggak banyak, saya harus ngecek proof dari temprina sebelum dicetak siang ini. Saya cetak enam sampai sepuluh ribu majalah setiap bulan. jangan sampai kerjasama saya sama Temprina rusak gara-gara kaya beginian!
Satpam : Ya udah, lain kali turun, mas!Maksud saya, apa sih sebenernya esensi dari peraturan "harus turun?" yang diterapkan perusahaan? apa untuk memaksimalkan security checking? Apa ya tidak cukup dengan meninggalkan KTP / ID card lain di pos satpam?
Ribet banget saya harus matikan mesin, turun, menuntun motor, lalu lapor ke pos satpam dan meninggalkan identitas. Lalu melakukan ritual yang sama ketika pulang. Apalagi kalau sedang terburu-buru seperti saat itu. Turun dan menuntun motor sama sekali nggak penting, bukan?!
Apa perusahaan jasa sekelas Temprina tak pernah berpikir bahwa saya adalah customer yang harus dimanjakan karena ikut andil "memberi makan" pada karyawan perusahaan termasuk satpam-satpam itu? lho harusnya, kalau perlu mereka yang datang menghampiri saya, menuntun motor saya dan meminta ID card saya dengan manis sembari menawarkan minuman selamat datang! Bukankah begitu prinsip sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa?
Terdengar gila hormat? Halah iya dong! Harusnya memang gitu! Gila hormat mana sama nyuruh-nyuruh customer turun dan menginterogasi saya seperti maling coba?! Atau misalnya kalau mereka menegur saya dengan manis, "Pak, maaf, lain kali mungkin bisa dituntun motornya. Sekali lagi maaf atas ketidaknyamanan ini, sudah prosedur perusahaan.", mungkin saya akan lebih bisa menerima dan tak menganggapnya sebagai masalah. Sudah untung saya dateng, harusnya mereka yang menyerahkan proof ke kantor untuk saya tandatangani!
Yang juga bikin saya sebel, sepertinya yang datang pakai motor itu dianggap customer kelas dua atau cuma kurir yang nganter file. Sebab, saya nggak melihat orang-orang yang datang dengan mobil melakukan ritual yang sama dengan saya. Oke lah saya bukan yang punya duit. Tapi saya tetap utusan resmi perusahaan dan saya punya cukup power untuk bilang ke atasan untuk tidak menyetak majalah di Temprina, lho! Kepikir nggak sih sama mereka??!
Selesai urusan di kantor temprina, saya kembali ke tempat parkir. Motor tak saya nyalakan, helm dan penutup muka tak saya kenakan. Saya tuntun motor perlahan dengan penuh rasa hormat di depan pos satpam. "Begini?? sudah benarkah cara saya?? puasss???" batin saya dalam hati. Saya parkir motor beberapa meter setelah melewati pos dan bergegas mengambil ID card. Dan coba tebak, ID card saya dikembalikan dengan sedikit melempar! See??? betapa rendah pelayanan mereka terhadap customer!! Saya jelas nggak sudi mengucapkan terima kasih. thx for what??!!! Kalian yang harus berterima kasih karena perusahaan saya sudah ikut andil membesarkan Temprina!
Saya mau lapor ke marketing Temprina yang biasa menangani perusahaan saya..., males! belum tentu mereka menganggap ini penting. Saya cuma mau cerita sama direktur Temprina atau siapalah yang punya power untuk mengubah kebijakan. Tapi tentu saja bertemu mereka nggak mudah dan saya tentu dihadapkan dengan birokrasi yang justru berpotensi menambah kekesalan. Dan belum tentu dianggap penting!!
Suebel.., saya cerita ke silvi di rumahnya
Saya : Blablablabla Silvi : halah gitu aja kok dipikirin, penyakit hati tuh. Orang yang dipikirin juga udah lupa
Saya : Hhhh... yayayaya.. (tetep mangkel!)Perhatian! Bukan satpam sebenarnya. Yang ini punya senyuman maut dan manis serta penuh kharisma.. hahhah!